SEJARAH PELABUHAN TANJUNG PRIOK
SEJARAH PELABUHAN TANJUNG PRIOK
Foto dari dokumen Wikipedia |
Pelabuhan Tanjung Priok dibangun untuk
menggantikan pelabuhan lama yakni Pasar Ikan yang dinilai sudah tidak memenuhi
syarat lagi. Lokasinya berjarak sekitar 9 km di sebelah timur dari pelabuhan
lama. Wilayahnya masuk dalam lingkup administratif pemerintahan Kelurahan
Tanjung Priok, Kec. Tanjung Priok, wilayah Kotamadya Jakarta Utara. Pelabuhan
Tanjung Priok merupakan suatu pelabuhan laut dalam yang pertama di mana
kapal-kapal dapat bersandar, memuat batubara dan diperbaiki di suatu dok yang
kering. Sebuah jalan kereta api juga dibuat untuk menghubungkan Tanjung Priok
dengan kota lama Batavia dan daerah baru di selatan. Bermula dari kritik atas
kelemahan fasilitas pelabuhan lama di Batavia.
Sebelum menjadi areal pelabuhan,
awalnya areal ini merupakan tanah partikelir Tanjung Priok dan tanah partikelir
Kampung Kodya Tanjung Priok, yang dikuasai oleh beberapa orang tuan tanah yaitu:
Hana birtti Sech Sleman Daud; Oeij Tek Tjiang; Said Alowie bin Abdulah Atas; Ko
Siong Thaij; Gouw Kimmirt; dan Pattan. Tanah partikelir tersebut kemudian
diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda, lalu disewakan kepada maskapai
pelayaran Koninklijke Paketvaar Maatschappij (KPM) guna pembangunan dan
pengoperasian Pelabuhan Tanjung Priok. Tanah partikelir tersebut merupakan areal
kebun kelapa. Gagasan pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok dipelopori oleh
kalangan swasta pemilik modal (kaum kapitalis) di negri Belanda.
Kemudian KPM
bermitra dengan Perusahaan Burn Philip Lina, Rotterdamsche Loyd Ocean,
Nederlandsche Loyd Ocean. Selain itu juga meminta jaminan kepada pemerintah
Hindia Belanda untuk membantu dalam pengendalian keamanan dan pengerahan tenaga
buruh pribumi. Pemerintah Hindia Belanda segera membatalkan status tanah
partikelir Kampung Kodya Tandjung Priok dan tanah partikelir Tandjung Priok,
kemudian disewakan kepada KPM selama 75 tahun sejak tahun 1877. Pemerintah
Hindia Belanda juga menekan para bupati di Jawa khususnya bupati-bupati di
Banten dan Priangan serta Jawa Tengah untuk mengirimkan rakyatnya bekerja bagi
pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok. Pengerjaan Pelabuhan Tanjung Priok dimulai
pada bulan Mei 1877 dan selesai pada tahun 1886. Dimulai dengan pembangunan
Pelabuhan I setelah adanya ketentuan bahwa kegiatan Pelabuhan Sunda Kelapa
dipindahkan ke Tanjung Priok. Perencana pelabuhan ini adalah Ir.J.A.A. Waldrop,
seorang insinyur yang berasal dari Belanda sedangkan pelaksananya adalah Jr.
J.A. de Gelder dari Departement B.O.W., seorang Insinyur Perairan.
Dengan
diresmikannya Pelabuhan Tanjung Priok 1886, maka kegiatan pelabuhan utama
Batavia yang semula berada di Kali Ciliwung sekitar kasteel Batavia dialihkan ke
Pelabuhan Tanjung Priok, dan Pelabuhan Kali Ciliwung tersebut, kemudian dikenal
dengan nama Pelabuhan Pasar Ikan. Selain membangun Pelabuhan Tanjung Priok, KPM
juga membangun Pelabuhan Teluk Bayur-Padang (Port Van der Capellen) pada tahun
1886 dan Pelabuhan Belawan Deli tahun 1891. Pada awal peresmiannya, hanya
beberapa kapal bermesin uap dan mayoritas adalah kapal-kapal layar. Memasuki
abad ke-20 jumlah kapal bermesin uap meningkat menggantikan kapal-kapal layar.
Pada tahun 1912 sejalan dengan perkembangan ekonomi yang pesat pelabuhan itu
dirasakan terlalu kecil maka dilakukan perluasan. Pada tahun 1914 dimulai
pembangunan Pelabuhan II. Pemborong bangunannya adalah Volker. Tahun 1917
pembangunan selesai dengan panjang kade pelabuhan 100 meter dan kedalaman air
9,5 meter LWS, sedangkan bendungan bagian luar diubah dan diperpanjang sedang
lebar kade 15 meter untuk double spoor kereta api dan kran-kran listrik. Tahun
1917 dibangun juga tempat penyimpanan batubara oleh NISHM serta tempat
penyediaan bahan bakar oleh BPM dan Shell. Pelabuhan III mulai dibangun tahun
1921, tetapi terhenti akibat Malaise.
Kemudian dilanjutkan kembali tahun 1929
dan selesai tahun 1932 dengan panjang kade 550 meter di sebelah barat. Pada masa
pendudukan Jepang, Pelabuhan Tanjung Priok dikuasai oleh Djawa Unko Kaisya yang
berada di bawah Kaigun (Angkatan Laut Jepang). Kondisi pelabuhan sebagian rusak,
khususnya sengaja dirusak oleh Belanda yang menyerah kepada Jepang (7 Maret
1942). Agar pelabuhan dapat dioperasikan, Jepang mengerahkan tenaga Romusha
untuk memperbaiki pelabuhan. Seperti pengerukan alur, pembersihan alur dari
ranjau-ranjau yang sengaja ditebarkan oleh Belanda.
Selain alur pelabuhan,
banyak fasilitas lainnya yang rusak dan harus diperbaiki, seperti gudang-gudang,
dok, dermaga dan jalan. Setelah kemerdekaan RI (17 Agustus 1945), Pelabuhan
Tanjung Priok diambil alih oleh bangsa Indonesia/pemerintah RI melalui Badan
Keamanan Rakyat Laut Tanjung Priok bersama pejuang Indonesia lainnya yang
umumnya merupakan pekerja pada Pelabuhan Tanjung Priok pada masa Kolonial
Belanda maupun masa Kolonial Jepang.
Pada pertengahan September 1945 Pelabuhan
Tanjung Priok dikuasai oleh pemerintah RI, namun beberapa minggu kemudian
dikendalikan oleh NICA yang membonceng pada Sekutu 29 September 1945.
Pengendalian oleh NICA berlangsung sampai tanggal 27 Desember 1949. Setelah
pengakuan kedaulatan RI (27 Desember 1949), berdasarkan pasal perjanjian KMB
(Konferensi Meja Bundar) Pelabuhan Tanjung Priok harus dikembalikan kepada
Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) yang masih memiliki hak pengelolaan
berdasarkan konsesi selama 75 tahun sejak tahun 1877, yang berarti KPM masih
memiliki hak pengelolaan sampai tahun 1952. Pada tahun 1952 pemerintah RI
melakukan "Nasionalisasi" atas Pelabuhan Tanjung Priok, pengelolaannya
diserahkan kepada Kementerian Perhubungan, Djawatan Perhubungan Laut, sedangkan
pelaksananya adalah Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP).
Daftar Pustaka
- Wikipedia
- Ilustrasi Foto dari Google Wikipedia
Comments
Post a Comment